Keraton Kasepuhan, merupakan tonggak sejarah dan ikon kota Cirebon, saat kita mendengar kata "Keraton Kasepuhan" pasti yang terlintas di pikiran anda adalah sejarah kota cirebon atau sejarah kerajaan islam di Cirebon.
Keraton Kasepuhan
adalah keraton termegah dan paling terawat di Cirebon. Makna di setiap
sudut arsitektur keraton ini pun terkenal paling bersejarah. Halaman
depan keraton ini dikelilingi tembok bata merah dan terdapat pendopo
didalamnya.
Pintu gerbang utama Keraton Kasepuhan Cirebon
terletak di sebelah utara dan pintu gerbang kedua berada di selatan
kompleks. Gerbang utara disebut Kreteg Pangrawit berupa jembatan,
sedangkan di sebelah selatan disebut lawang sanga (pintu sembilan).
Setelah melewati Kreteg (jembatan) Pangrawit akan sampai di bagian depan
keraton. Di bagian ini terdapat dua bangunan yaitu Pancaratna dan
Pancaniti.
Di depan Keraton Kesepuhan Cirebon
terdapat alun-alun yang pada waktu zaman dahulu bernama Alun-alun
Sangkala Buana yang merupakan tempat latihan keprajuritan yang diadakan
pada hari Sabtu atau istilahnya pada waktu itu adalah Saptonan. Dan di
alun-alun inilah dahulunya dilaksanakan juga pentas perayaan Negara lalu
juga sebagai tempat rakyat berdatangan ke alun-alun untuk memenuhi
panggilan ataupun mendengarkan pengumuman dari Sultan.
Di sebelah barat
Keraton kasepuhan terdapat Masjid yang cukup megah hasil karya dari para
wali yaitu Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
Sedangkan di sebelah timur alun-alun
dahulunya adalah tempat perekonomian yaitu pasar — sekarang adalah pasar
kesepuhan yang sangat terkenal dengan pocinya. Model bentuk Keraton
yang menghadap utara dengan bangunan Masjid di sebelah barat dan pasar
di sebelah timur dan alun-alun ditengahnya merupakan model-model Keraton
pada masa itu terutama yang terletak di daerah pesisir. Bahkan sampai
sekarang, model ini banyak diikuti oleh seluruh kabupaten/kota terutama
di Jawa yaitu di depan gedung pemerintahan terdapat alun-alun dan di
sebelah baratnya terdapat masjid.
Sebelum memasuki gerbang komplek Keraton
Kasepuhan terdapat dua buah pendopo, di sebelah barat disebut
Pancaratna yang dahulunya merupakan tempat berkumpulnya para punggawa
Keraton, lurah atau pada zaman sekarang disebut pamong praja. Sedangkan
pendopo sebelah timur disebut Pancaniti yang merupakan tempat para
perwira keraton ketika diadakannya latihan keprajuritan di alun-alun.
Bangunan Pancaratna berada di kiri depan
kompleks arah barat berdenah persegi panjang dengan ukuran 8 x 8 m.
Lantai tegel, konstruksi atap ditunjang empat sokoguru di atas lantai
yang lebih tinggi dan 12 tiang pendukung di permukaan lantai yang lebih
rendah. Atap dari bahan genteng, pada puncaknya terdapat mamolo.
Bangunan ini berfungsi sebagai tempat seba atau tempat yang menghadap
para pembesar desa atau kampong yang diterima oleh Demang atau Wedana.
Secara keseluruhan memiliki pagar terali besi.
Bangunan Pangrawit berada di kiri depan
kompleks menghadap arah utara. Bangunan ini berukuran 8 x 8 m, berantai
tegel. Bangunan ini terbuka tanpa dinding. Tiang-tiang yang berjumlah 16
buah mendukung atap sirap. Bangunan ini memiliki pagar terali besi.
Nama Pancaniti berasal dari panca berarti jalan dan niti berarti mata
atau raja atau atasan. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat perwira
melatih prajurit dalam perang- perangan, tempat istirahat, dan juga
sebagai tempat pengadilan.
Berkut ini detail Arsitektur dan Bangunan Bersejarah di Keraton Kasepuhan Cirebon:
1) Halaman Pertama
Setelah melewati Pancaratna dan Pancaniti selanjutnya memasuki halaman pertama. Untuk memasukinya bisa melewati Gapura Adi atau Gapura Banteng. Gapura Adi berupa pintu gerbang berbentuk bentar berukuran 3,70 x 1,30 x 5 m menggunakan bahan bata. Gapura Adi ini berada di utara Siti Inggil. Gapura Benteng berupa pintu gerbang dengan bentuk bentar berukuran 4,50 x 9 m. Pintu ini lebih besar dan tinggi daripada Gapura Adi. Pada pipi tangga sebelah timur terdapat stilirisasi bentuk banteng.
Setelah melewati Pancaratna dan Pancaniti selanjutnya memasuki halaman pertama. Untuk memasukinya bisa melewati Gapura Adi atau Gapura Banteng. Gapura Adi berupa pintu gerbang berbentuk bentar berukuran 3,70 x 1,30 x 5 m menggunakan bahan bata. Gapura Adi ini berada di utara Siti Inggil. Gapura Benteng berupa pintu gerbang dengan bentuk bentar berukuran 4,50 x 9 m. Pintu ini lebih besar dan tinggi daripada Gapura Adi. Pada pipi tangga sebelah timur terdapat stilirisasi bentuk banteng.
Halaman pertama merupakan komplek Siti
Inggil, di komplek terdapat beberapa bangunan, antara lain Mande Pendawa
Lima yang berfungsi untuk tempat duduk pengawal Raja, Mande Malang
Semirang yang berfungsi sebagai tempat duduk raja timadu menyaksikan
acara di alun-alun, Mande Semar Timandu adalah bangunan yang berfungsi
sebagai tempat duduk penghulu atau penasehat raja. Mande Karesmen yaitu
bangunan sebagi tempat menampilkan kesenian untuk raja, dan Mande
Pengiring yaitu bangunan sebagai tempat mengiring raja. Selain bangunan
tersebut masih ada satu bangunan lagi yaitu bangunan Pengada. Bangunan
ini berukuran 17 x 9,5 m, berfungsi sebagai tempat membagi berkat dan
tempat pemeriksaan sebelum menghadap raja.
2) Halaman Kedua
Halaman kedua dibatasi tembok bata. Pada pagar bagian utara terdapat dua gerbang yaitu Regol Pengada dan gapura lonceng. Regol Pengada merupakan pintu gerbang masuk halaman ketiga dengan ukuran panjang dasar 5 x 6,5 m. Gerbang yang berbentuk paduraksa ini menggunakan batu dan daun pintunya dari kayu. Gapura Lonceng terdapat di sebelah timur Gerbang Pangada dengan ukuran panjang dasar 3,10 x 5 x 3 m. Gerbang ini berbenduk koriagung (gapura beratap) menggunakan bahan bata.
Halaman kedua dibatasi tembok bata. Pada pagar bagian utara terdapat dua gerbang yaitu Regol Pengada dan gapura lonceng. Regol Pengada merupakan pintu gerbang masuk halaman ketiga dengan ukuran panjang dasar 5 x 6,5 m. Gerbang yang berbentuk paduraksa ini menggunakan batu dan daun pintunya dari kayu. Gapura Lonceng terdapat di sebelah timur Gerbang Pangada dengan ukuran panjang dasar 3,10 x 5 x 3 m. Gerbang ini berbenduk koriagung (gapura beratap) menggunakan bahan bata.
Halaman kedua ini terbagi dua, halaman
Pengada dan halaman untuk kompleks Langgar Agung. Halaman Pengada
berukuran 37 x 37 m yang berfungsi untuk memarkirkan kendaraan atau
menambatkan kuda. Di halaman ini dahulu ada sumur untuk memberi minum
kuda. Halaman kompleks Langgar Agung merupakan halaman di mana terdapat
bangunan kompleks Langgar Agung. Bangunan Langgar Agung menghadap ke
arah timur, memiliki bangunan utama dengan ukuran 6 x 6 m. Teras 8 x 2, 5
m. Jadi bangunan ini berbentuk “T” terbalik Karena teras depan lebih
besar dari bangunan utama. Bagian teras berdinding kayu setengah dari
permukaan lantai, kemudian setengah bagian atas diberi terali kayu.
Dinding bangunan utama merupakan dinding tembok. Mihrab berbentuk
melengkung berukuran 5 x 3 x 3 m. Di dalam mihrab tersebut terdapat
mimbar terbuat dari kayu berukuran 0,90x 0,70×2 m.
Atap Langgar Agung merupakan atap
tumpang dua dengan menggunakan sirap. Konstruksi atap disangga 4 tiang
utama. Langgar Agung ini memiliki halaman dengan ukuran 37 x 17 m.
Langgar ini berfungsi sebagai tempat ibadah kerabat keraton. Bangunan
Langgar Agung dilengkapi pula dengan Pos Bedug Somogiri. Bangunan yang
menghadap ke timur ini berdenah bujursangkar berukuran 4 x 4 m yang di
dalamnya terdapat bedug (tambur). Bangunan ini tanpa dinding dan atap
berbentuk limas, penutup atap didukung 4 tiang utama dan 5 tiang
pendukung.
3) Halaman Ketiga
Antara halaman kedua dan ketiga dibatasi tembok dengan gerbang berukuran 4×6,5 x 4 m. Gerbang tersebut dilengkapi dua daun pintu terbuat dari kayu, jika dibuka dan ditutup akan berbunyi maka disebut pintu gledeg (guntur) . Di halaman ketiga terdapat sejumlah bangunan sebagai berikut.
Antara halaman kedua dan ketiga dibatasi tembok dengan gerbang berukuran 4×6,5 x 4 m. Gerbang tersebut dilengkapi dua daun pintu terbuat dari kayu, jika dibuka dan ditutup akan berbunyi maka disebut pintu gledeg (guntur) . Di halaman ketiga terdapat sejumlah bangunan sebagai berikut.
4) Taman Bunderan Dewandaru
Taman ini berdenah bulat telur terbuat dari batu cadas. Memiliki arti dari namanya Bunder artinya sepakat. Dewa berarti dewa atau mahluk halus dan ndaru artinya cahaya. Arti keseluruhan adalah “orang yang menerangi sesama mereka yang masih hidup dalam masa kegelapan”. Luas taman 20 m2. Di taman ini terdapat nandi, pohon soko sebagai lambing bersuka hati, 2 patung macan putih merupakan lambang Pajajaran, meja dan bangku 2 buah meriam yang dinamai Ki Santomo dan Nyi Santoni.
Taman ini berdenah bulat telur terbuat dari batu cadas. Memiliki arti dari namanya Bunder artinya sepakat. Dewa berarti dewa atau mahluk halus dan ndaru artinya cahaya. Arti keseluruhan adalah “orang yang menerangi sesama mereka yang masih hidup dalam masa kegelapan”. Luas taman 20 m2. Di taman ini terdapat nandi, pohon soko sebagai lambing bersuka hati, 2 patung macan putih merupakan lambang Pajajaran, meja dan bangku 2 buah meriam yang dinamai Ki Santomo dan Nyi Santoni.
5) Museum Benda Kuno
Bangunan yang menghadap timur berbentuk “E”. Terdapat 2 pintu untuk memenuhi bangunan tersebut. Di sini disimpan benda-benda kuno Keraton Kasepuhan.
Bangunan yang menghadap timur berbentuk “E”. Terdapat 2 pintu untuk memenuhi bangunan tersebut. Di sini disimpan benda-benda kuno Keraton Kasepuhan.
6) Museum Kereta
Bangunan ini menghadap barat dan teat di timur Taman Bunderan Dewandaru ini berukuran 13,5 x 11 m. Di Museum Kereta tersimpan kereta-kereta dan barang lainnya
Bangunan ini menghadap barat dan teat di timur Taman Bunderan Dewandaru ini berukuran 13,5 x 11 m. Di Museum Kereta tersimpan kereta-kereta dan barang lainnya
7) Tunggu Manunggal
Bangunan ini berupa batu pendek ± 50 cm, dikelilingi 8 buah pot bunga yang melambangkan Allah yang satu zat sifatnya.
Bangunan ini berupa batu pendek ± 50 cm, dikelilingi 8 buah pot bunga yang melambangkan Allah yang satu zat sifatnya.
8) Lunjuk
Bangunan yang menghadap timur ini berukuran 10 x 7 m yang berfungsi melayani tamu dalam mencatat dan melaporkan urusannya menghadap raja.
Bangunan yang menghadap timur ini berukuran 10 x 7 m yang berfungsi melayani tamu dalam mencatat dan melaporkan urusannya menghadap raja.
9) Sri Manganti
Bangunan ini berada di timur tugu manunggal berbentuk bujursangkar. Bangunan ini terbuka tanpa dinding, bungbungan berbentuk joglo dan atap genteng didukung dengan 4 tiang soko guru, 12 tiang tengah dan 12 tiang luar. Langiut-langit dipenuhi ukiran-ukiran yang berwarna putih dan coklat. Bangunan ini bernama Sri Manganti karena arti sri artinya raja, manganti artinya menunggu. Sehinggra artinya secara keseluruhan tempat menunggu keputusan raja.
Bangunan ini berada di timur tugu manunggal berbentuk bujursangkar. Bangunan ini terbuka tanpa dinding, bungbungan berbentuk joglo dan atap genteng didukung dengan 4 tiang soko guru, 12 tiang tengah dan 12 tiang luar. Langiut-langit dipenuhi ukiran-ukiran yang berwarna putih dan coklat. Bangunan ini bernama Sri Manganti karena arti sri artinya raja, manganti artinya menunggu. Sehinggra artinya secara keseluruhan tempat menunggu keputusan raja.
10) Bangunan Induk Keraton
Bangunan induk keraton merupakan tempaty aktifitas Sultan, dalam bangunan ini terdapat beberapa ruangan dengan fungsi yang berbeda, yaitu :
Bangunan induk keraton merupakan tempaty aktifitas Sultan, dalam bangunan ini terdapat beberapa ruangan dengan fungsi yang berbeda, yaitu :
- Kuncung dan Kutagara Wadasan dibangun pada tahun 1678 oleh Sultan Sepuh 1. Kuncung berupa bangunan berukuran 2,5 x 2,5 x 2,5 m yang digunakan parkir kendaraan sultan. Kutagara Wadasan adalah gapura yang bercat putih dengan gaya khas Cirebon berukuran lebar 2,5 m dan tinggi ± 2,5 m. Gaya Cirebon tampak pada bagian bawah kaki gapura yang berukiran wadasan dan bagian atas dengan ukiran mega mendung. Arti ukiran tersebut seseorang harus mempunyai pondasi yang kuat jika sudah menjadi pimpinan atau sultan harus bisa mengayomi bawahan dan rakyatnya.
- Jinem Pangrawit yaitu bangunan yang berfungsi sebagai serambi keraton. Nama jinem Pangrawit berasal dari kata jinem atau kajineman berarti tempat tugas dan Pangrawit berasal dari kata rawit berate kecil, halus atau bagus. Lantai marmer, dinding tembok berwarna putih dan dihiasi keramik Eropa. Atap didukung 4 tiang sokoguru kayu dengan umpak beton. Ruangan ini digunakan sebagai tempat Pangeran Patih dan wakil sultan dalam menerima tamu.
- Gajah Nguling yaitu ruangan tanpa dinding dan terdapat 6 tiang bulat bergaya tiang tuscan setinggi 3 m. Lantai tegel dan langit-langit berwarna hijau. Ruangan ini tidak memanjang lurus tapi menyerong (membengkok) dan kemudian menyatu dengan bangsal Pringandani. Bentuk ruangan ini mengambil bentuk gajah yang sedang Nguling (menguak) dengan belalainya yang bengkok. Ruangan ini dibangun oleh Sultan Sepuh IX pada tahun 1845.
- Bangsal Pringgandani merupakan ruangan yang berada di sebelah selatan ruangan Gajah Nguling. Ruangan ini memiliki 4 tiang utama segi empat berwarna hijau yang berfungsi sebagai tempat menghadap para Bupati Cirebon, Kuningan, Indramayu dan Majalengka. Sewaktu-waktu dipakai pula sebagai tempat sidang warga keraton.
- Bangsal Prabayasa berada di selatan bangsal Pringgandani. “Prabayasa” berasal dari kata praba artinya sayap dan yasa artinya besar. Kata-kata tersebut mengandung arti bahwa Sultan melindungi rakyatnya dengan kedua tangannya yang besar. Pada dinding ruangan terdapat relief yang diberi nama Kembang Kanigaran berarti lambing kenegaraan. Maksudnya Sri Sultan dalam pemerintahannya harus welas asih pada rakyatnya.
- Bangsal Agung Panembahan merupakan ruangan yang berada di selatan dan satu meter lebih tinggi dari bangsal Prabayaksa. Fungsinya sebagai singgasana Gusti Panembahan. Ruangan ini masih asli dan belum ada perubahan sejak dibangun tahun 1529.
- Pungkuran merupakan ruangan serambi yang terletak di belakang Keraton. Tempat ini berfungsi sebagai tempat meletakan sesaji pada waktu peringatan Maulid Nabi Muhamad.
- Bangunan Dapur Maulud ini berada di depan Kaputren dengan arah hadap timur yang berfungsi sebagai tempat memasak persiapan peringatan Maulid Nabi SAW.
- Pamburatan merupakan bangunan yang berada di selatan Kaputren. Pambuaran artinya menggurat atau mengerik. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat mengerik kayu-kayu wangi (kayu untuk boreh) untuk kelengkapan selamatan Maulud Nabi SAW.
(Source: disparbud.jabarprov.go.id dan wikipedia.org)